Pengertian Mata
- Nurrani Aprilia
- 15 Des 2020
- 2 menit membaca
Banyak orang bilang mata tidak pernah berdusta, aku percaya saja. Namun seringkali aku tidak mengerti, matamu selalu menandakan sesuatu, menyiratkan makna tersendiri, aku anggap sebagai rasa peduli yang kau miliki. Tapi aku selalu merasa berjuang sendiri, matamu tidak cukup dijadikan bukti. Sarat makna. Terlebih saat bersamaan mata kita saling menatap, aku ingin mengartikan itu; kau selalu memperhatikanku, juga mencintaiku. Aku melihat dari cara pandangmu terhadapku. Berhari bertambah rasa percayaku bahwa kau mencintai. Bahagia menyeruak di hati. Tapi-- ada satu hal yang mengganjal. Apa aku hanya mengandalkan apa yang terlihat dari mata saja? Aku juga butuh kata. Tidak pernah keluar dari mulutmu, kau hanya modal tatap, tapi dengan mudah aku menetap. Mulut lebih banyak dustanya dibanding mata. Tapi, jika matamu saja yang bicara, bisakah aku terus membawa bukti itu sebagai rasa percaya? Apa kata tidak dibutuhkan lagi saat mata mewakili segalanya? Lalu, jika benar mata tidak pernah berdusta, mengapa saat tiba hari perpisahan kita; tidak ada yang berubah. // Kau tetap diam di tempatmu, dan saat detik terakhir kau juga meninggalkanku. Tanpa kata. Tanpa penjelasan apa-apa. Apa aku harus meyakini setiap tatapanmu sekali lagi? Untuk terus percaya bahwa kau benar-benar mencintai? Pada siapa aku bertanya jika kau saja tak pernah mengeluarkan sepatah kata, hanya semesta yang tahu ada apa dengan mata kita. Aku enggan memikirkan ini berhari-hari, tanpa ada jawaban, hanya ada bayangan. Jadi, mata itu benarkah tidak pernah berdusta? Dan kata tak berharga ketika mata mewakili segalanya? Bukankah harus ada mata pada setiap kata sebagai penguat satu sama lainnya? Sebagai pelengkap, bukan hanya salah satunya. Jika mata memang tidak bisa berdusta, mungkin benar. Kau memang mencintaiku; dulu, saat sebelum kau pergi jauh dari ku. Saat ini-- tidak lagi, karena mata tidak bisa mewakili kata, kata tidak bisa mewakili mata, mereka butuh berdampingan berdua.
Commenti